Jumat, 20 Agustus 2010

PENGALAMAN PRODUKSI FILM PENDEK PERTAMA

Flickr

Hi guys.. ketemu lagi.
Kali ini saya ingin bagi-bagi sedikit cerita dan pengalaman seputar produksi film pendek pertama saya beberapa waktu yang lalu. Bukan film besar tentunya, sebaliknya hanya karya amatir dengan budget minim yang dibuat dengan semangat nekad :-) .
Guys, keinginan membuat film sebenarnya sudah sangat lama terbangun didalam hati dan pikiran saya. Kalau tidak salah, sejak duduk di bangku SMA belasan tahun yang lalu. Dengan berbagai alasan,baru sekaranglah keinginan itu dapat mulai terwujud. Saya ingat keputusan itu dulu timbul berawal dari pikiran, “ah, kalau terus menuruti kesibukan dan mengalah pada berbagai halangan dan suasana hati, bisa-bisa nggak akan pernah bikin film”. Jadi, nekad. Itulah awalnya, kata kuncinya. Tapi maksud saya bukan nekad total dan hantam kromo lho ya. Nekad dalam tekad dan nyali. Tapi dalam persiapan, saya berusaha sebaik-baiknya.

MODAL
100% dari kantong saya pribadi :-). Idealnya mungkin, modal berasal dari patungan beberapa orang yang ingin memproduksi film bersama. Namun karena ini karya pertama dimana saya ingin melakukan semuanya sesuai keinginan saya, maka saya pikir modal harus dari kantong sendiri dahulu. Yah, walaupun pahit akibatnya karena ini mengurangi simpanan saya dalam jumlah yang sangat signifikan!

CERITA
Berawal dari keprihatinan saya akan kehidupan para pekerja jalanan yang saya sering lihat di jalanan, di Jakarta pada khususnya. Mereka para pembersih sampah, pemulung, pengamen, dsb. Kehidupan mereka begitu keras, namun sangat minim perhatian dari pemerintah maupun kita sebagai masyarakat sendiri. Cenderung kita menganggapnya sebagai fenomena yang biasa. Nah, inti cerita ini adalah tentang seorang pemuda perantau yang depresi karena perjuangannya yang stagnan dalam hidup di Jakarta, namun kemudian sadar setelah secara tak sengaja memperhatikan kehidupan para pekerja jalanan ini.

PEMERAN
Gado-gado. Ada yang dari teman satu kelas di kursus akting, ada yang baru kenal di workshop film pendek, ada juga dari temannya teman. Pokoknya mereka yang saya rasa cocok dengan karakter tokoh di film ini, langsung saya todong untuk ikut main. Bukan cara ideal untuk mencari pemain, saya tahu. Tetapi, kendala waktu dan budget membuat saya harus potong kompas dengan cara seperti ini. Nanti pada produksi berikutnya, saya berniat untuk melakukan casting.

JALANNYA PRODUKSI
Syuting dilakukan selama 3 minggu setiap hari Sabtu dan Minggu pada November dan Desember 2009 yang lalu. Molor dari rencana, dikarenakan beberapa faktor seperti tidak on time nya beberapa teman pendukung produksi, dan kesalahan saya memprediksi lama waktu pengambilan gambar. Ternyata untuk membuat 1 scene sederhana saja bisa membutuhkan waktu lama ya. Maklum, belum berpengalaman :-(

KENDALA
1.Lokasi terlalu banyak
Saya kurang memperhatikan ini. Ternyata salah satu kunci sukses untuk memproduksi film pertama kali adalah, lakukan syuting di sesedikit mungkin lokasi yang berbeda, apalagi berjauhan. Repot dan ribet, guys. Ya transportnya, ya biayanya, ya ketepatan waktunya, ya cuaca, ya membawa alatnya… Konsentrasi pada mutu & jalan cerita jadi terpecah.

2.Skenario terlalu panjang
Film pendek sebaiknya to the point, ringkas, padat, berisi. Kalau jalan cerita panjang? Justru disitu tantangannya bagaimana menyederhanakan cerita. Dragging (bertele-tele); itulah yang saya rasakan setelah menonton hasil akhir film ini. Dan selanjutnya, saat membaca kembali skenarionya. 18 menit, bayangkan :-(

3.Properti yang terlalu banyak
Ringkas dalam segala hal, agar bisa konsentrasi pada akting pemain dan jalan cerita. Itu yang saya belum sadari. Gabus styrofoam, kertas scotlight, alat tulis, rokok, botol (pura-pura) minuman keras, dsb. Saya borong dari Gramedia dan toko lain. Mau bikin prakarya atau bikin film pendek!?

4.Waktu aktor yang terbatas (sudah berkeluarga)
Walaupun sudah berkomitmen untuk menyelesaikan syuting, tetap saja saya nggak enak untuk menyita weekend mereka terlalu lama. Apalagi, sebegian penyebab molornya waktu syuting adalah kesalahan saya sendiri memperkirakan jadwal.. Jadilah, penyederhanaan skenario disana-sini. Efek berantainya, jalan cerita jadi sedikit menyimpang dari skenario awal dan akhirnya berimbas pada hasil akhir film.

5.Kru nggak on time
Ini masalah klasik produksi film amatir, sepertinya. Sudah dikasih jadwal, dikasih pengertian, dikasih honor pula, masih nggak bisa tepat waktu. Akibatnya jelas, target jumlah adegan yang bisa diambil dalam satu hari jadi berkurang. Mungkin untuk produksi berikutnya, saya harus tekankan di awal masalah-masalah yang nampaknya sepele tapi ternyata (sangat) penting ini.

6.Minim pengetahuan seputar rental peralatan, sehingga dapat alat yang kurang optimal dengan harga mahal, dan lokasi jauh.
Terutama adalah, kamera. Saya memakai kamera Panasonic MD 9000 dan 10000 (standar liputan pernikahan), karena saya kira secara umum disemua Rental pasti lebih murah dibanding kamera standar Broadcast. Ternyata tidak. Di Rental lain yang saya baru tahu setelah selesai syuting, ternyata ada kamera Broadcast yang sama harga sewanya dibanding kamera Panasonic itu. Lebih nyeseknya di dada lagi, lokasinya ternyata di kelurahan tetangga yang cuma butuh bensin seperempat liter! Sementara untuk ke Rental Panasonic itu harus mengeluarkan dana lebih dari 50 ribu rupiah.. :-( Padahal perasaan, saya sudah browsing internet untuk riset Rental ini lho. Ternyata kesadaran para pemilik rental untuk mengiklankan diri di internet masih kurang. Sayang sekali..

7.Alat rusak: bohlam lampu putus
Saat menyewa lampu, saya tidak diberi lampu cadangan. Akibatnya saat lampu itu mati saat syuting, berimbas ke kualitas pencahayaan. Di editing deh, saya harus ekstra color correction. Itupun hasilnya tak bisa sempurna. Sudah begitu, disuruh ganti harga lampu pula. Pelajaran guys, saat kita menyewa alat, kita harus menanyakan dulu ketentuan penyewaan secara jelas dan rinci.

8.Cuaca
Mendung gelap dan hujan sempat mengkhawatirkan, namun untungnya tak terlalu banyak mengganggu.

9.Komputer nggak siap buat editing + nggak familiar dengan software yang simple
Sebagai video editor, saya biasa menggunakan Avid dan Final Cut Pro di kantor. Namun saat saya coba install di PC di rumah, ternyata hardware saya nampaknya kurang support dengan kedua software itu. Saya coba menggunakan software yang sederhana seperti Ulead Studio dan Windows Movie Maker, ternyata kurang nyaman karena terlalu simple. Akhirnya saya mengggunakan Adobe Premiere, yang fitur-fiturnya tak kalah dengan Avid dan FCP, juga tak terlalu rewel dengan spesifikasi teknis komputer. Tak salah rasanya, kalau banyak orang bilang software ini adalah software editing ‘sejuta umat’ :-)

10.Salah estimasi lama syuting, merusak jadwal keseluruhan

11.Kurang tepat pemahaman ttg film pendek
Setelah saya tonton hasilnya, film saya ini jadi seperti sinetron. Padahal seharusnya (dibandingkan film-film pendek luar negeri yang saya tonton), film pendek seharusnya singkat saja—kurang dari 15 menit, konfliknya padat dan ringkas saja. Mengambil 1 peristiwa saja dalam rentang waktu pendek.

12.Terlalu sibuk dan Malas untuk mengedit!
Hampir 6 bulan, film ini baru jadi. Mohon maaf ke semua pendukung film ini :-( Lain kali, harus saya usahakan untuk lebih tepat waktu, tak menuruti mood dan kesibukan yang seolah tak ada habisnya.

Guys, itulah sedikit tentang proses produksi film saya. Silahkan jadikan referensi, agar kesalahan yang telah saya lakukan jangan sampai terjadi pada anda.
See you bro & sist..

Jakarta 4 Agustus 2010.