Kamis, 09 Januari 2014

Tutorial Film Indonesia - Sheila Timothy


Video tutorial yang sangat bermanfaat dari Sheila Timothy, produser film Indonesia.

Eps 1: Cara mendapatkan pendanaan untuk film.










Terima kasih untuk channel Youtube & Lingkarmera.

Rabu, 08 Januari 2014

iLearn@america - Filmmaking Workshop with Monty Tiwa


 
Salam film mania..

Skenario adalah dasar atau fondasi dimana bangunan film berdiri. Sebagus apapun eksekusi di lapangan, biasanya sebuah film tak akan berhasil menjadi sebuah karya yang menarik bila mengabaikan penulisan skenario yang baik. Bahkan, film itu jadi saja sudah sebuah hal yang luar biasa.
Salah satu contoh adalah diri saya sendiri, yang terlibat dalam produksi sebuah film pendek karya seorang teman. Teman saya tersebut memiliki ide cerita yang bagus, juga sangat ahli dalam videografi. Tapi ia terbiasa dengan cara berpikir 'bagaimana nanti di lapangan saja'. Terbukti, selama setahun lebih hingga sekarang, film yang mungkin kalau jadi hanya berdurasi sekitar 5 menit tersebut tak juga rampung. Dia bahkan ingin syuting ulang, karena memiliki konsep baru yang menurut pendapatnya lebih bagus. Tidak efektif dan membuang-buang sumber daya bukan? mengingat saat syuting dulu dilakukan juga sudah mengeluarkan energi, biaya dsb. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita para filmmaker wannabe, untuk memahami tentang skenario. Termasuk cara pembuatan/penulisannya.
Tak harus menjadi ahli memang, bila anda tertarik di bidang filmmaking yang lain. Namun akan sangat bermanfaat bila kita minimal mengetahui sedikit seputar cabang ilmu film yang satu ini.
Beragam cara untuk mendapatkan keahlian menulis skenario. Bisa membeli buku, browsing-googling di internet, atau ikutan workshop.
Berikut ini saya menemukan video ilmu yang sangat bermanfaat. Sebuah workshop yang diadakan oleh @america, yang mengundang penulis skenario & sutradara Monty Tiwa.

Tak hanya skenario, juga dibahas hal-hal lain dalam workshop ini, kendati Monty Tiwa lebih dulu dikenal sebagai penulis skenario pada awal karirnya.









So, terima kasih untuk channel Youtube, iLearn@america & bung Monty Tiwa
dan bagi para film mania, selamat menikmati hidangan ilmu yang bermanfaat.. :-)


Minggu, 05 Januari 2014

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK Adaptasi Menawan Dari Karya Sastra Berkelas




Salam, film mania..
Selamat tahun baru 2014 :-)

Kali ini saya ingin menulis tentang sebuah film yang baru saja saya tonton, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Bukan sebuah review lengkap, hanya ‘laporan pandangan mata’ berdasarkan penilaian saya saja J. Kekaguman atas karya besar buya HAMKA yang diadaptasi menjadi film oleh sutradara Sunil Soraya itu, yang membuat saya merasa wajib menuliskan pendapat pribadi, tak lama sepulangnya saya dari bioskop. Juga perasaan haru, atas kepiawaian mereka bersama trio penulis skenario dalam melukiskan kisah cinta yang mengharu biru.
Saya rasa bila melihat dari judulnya, banyak orang yang beranggapan bahwa film ini adalah Titanic versi Indonesia. Menurut saya, ada benarnya. Kedua film sama-sama bergenre romance (percintaan), yang melibatkan peristiwa tenggelamnya sebuah kapal sebagai bagian dari kisah. Bedanya, mungkin pada porsi dan tingkat kepentingan (importance) adegan itu dalam keseluruhan cerita. Kalau di film Titanic, tenggelamnya kapal adalah sebuah adegan krusial yang menentukan jalan cerita sehingga tak tergantikan, sehingga pengambilan nama kapal sebagai judul film memang pas. Apalagi bahwa 95% adegan memang terjadi diatas kapal itu. Sementara di film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” ini, adegan itu tidak terlalu krusial dan sangat sedikit. Sehingga menurut saya, kurang cocok dibuat sebagai judul film.  Walaupun bila ditinjau dari sudut pandang komersial memang cocok, dikarenakan lebih memancing keingin tahuan masyarakat.
            Alkisah negeri Minangkabau masih sangat kental adat istiadatnya. Seorang wanita harus menikah dengan sesama suku, pria yang seratus persen keturunan Minang. Zainuddin, seorang pemuda keturunan Minang-Makassar datang pulang ke kampung ayahnya di Batipuh, Minang, untuk belajar agama. Sebelumnya sejak kecil hingga dewasa ia dibesarkan oleh keluarga ibunya di Makassar. Tak hanya ilmu agama yang didapatnya, melainkan juga hati seorang kembang desa: Hayati. Namun tentu saja percintaan mereka tak berjalan mulus. Para tetua menolak keras hubungan itu. Zainuddin pun terusir keluar dari Batipuh dan pergi ke Padang Panjang. Namun sebelum berpisah, janji setia sempat ia ikrarkan bersama Hayati, untuk saling setia satu sama lain. Suatu saat ada perayaan di Padang Panjang. Kesempatan itu digunakan Hayati untuk bertandang ke rumah Khadijah sahabatnya di kota itu, dengan maksud khusus agar bertemu dengan Zainuddin. Namun ternyata tak bisa ia leluasa menemui Zainuddin. Ada Azis yang ternyata menaruh hati padanya. Azis adalah kakak Khadijah, seorang pemuda perlente pegawai pemerintah Belanda yang gemar berfoya-foya dan mempermainkan wanita. Azis tak menunggu lama. Ia segera meminang Hayati kepada keluarganya. Pihak keluarga Hayati menerimanya, tanpa menimbang perasaan gadis itu yang merana. Zainuddin patah hati dan dilanda depresi. Untung ia berhasil bangkit, lalu bersama Muluk sahabatnya merantau ke tanah Jawa. Tabiat seseorang menentukan nasib hidupnya. Zainuddin menjadi orang yang berhasil, sebaliknya Azis. Disebabkan tabiatnya yang buruk dan kecanduannya pada judi, Azis dipecat dari pekerjaannya dan kehilangan hampir seluruh kekayaannya. Disitulah kemudian pertentangan batin dan ujian sesungguhnya bagi Zainuddin. Akankah ia menolong Azis yang datang meminta bantuan kepadanya, ataukah membalas dendam atas perbuatan kejam terhadapnya dulu. Akankah cinta lama bersemi kembali, atau luka lama kembali terbuka.
            Kisah ini senada dengan kisah-kisah sezamannya yang lebih dulu populer di masyarakat, seperti Sitti Nurbaya karya Marah Rusli. Kisah kasih tak sampai yang sarat akan kritik sosial atas keadaan masyarakat pada masa itu, dimana adat istiadat masih sangat kuat berakar, yang seringkali mengalahkan nilai-nilai agama maupun akal sehat. Sungguh menarik melihat bagaimana karya seni (dalam hal ini sastra) digunakan untuk melakukan ‘pemberontakan’ terhadap keadaan yang kurang baik. Semakin menarik lagi bahwa novelnya sendiri ternyata mendapat penerimaan yang sangat baik di masyarakat pada masa itu, padahal sarat dengan kritik terhadap keadaan di masyarakat itu sendiri. Novel yang semula adalah kisah bersambung di majalah mingguan Pedoman Masjarakat itu, sudah berkali-kali mengalami cetak ulang, didalam maupun di luar negeri.
Mungkin hal ini adalah salah satu alasan yang membuat produser dan sutradara Sunil Soraya  tertarik untuk mengangkat kisah klasik ini ke layar lebar. Kisah asli tentang masyarakat Indonesia yang memuat banyak nilai keluhuran budi, serta terbukti disukai masyarakat hingga melintas generasi. Tanpa mempedulikan besarnya tantangan yang harus dihadapi dalam memfilmkan kisah yang bersetting waktu puluhan tahun lalu, terjadi di banyak tempat dan melibatkan banyak karakter dan pemeran pendukung itu. Jangan melupakan juga, adegan tenggelamnya sebuah kapal yang tentu membutuhkan efek komputer khusus dan mahal.
            Setting waktu tahun 30an tergambar cukup baik di film ini. Lokasi, seperti kampung Batipuh dengan rumah-rumah tradisional Minang, rumah mewah bak istana tempat kediaman Zainuddin, hotel, sampai klub tempat Azis menghabiskan malam dengan berjudi, semua sangat meyakinkan. Barang-barang dan perlengkapannya juga sesuai. Begitupun mobil-mobil lawas dan kostum yang dirancang oleh Samuel Wattimena. Indah, dan klasik. Sangat menyempurnakan para pemeran dalam berakting menghidupkan cerita, dalam alam yang tampil indah ditangan sinematografer Pinky Mirror dan kamerawan YudiDatau.
            Herjunot Ali, Pevita Pearce dan RezaRahadian berakting dengan memukau. Tiga tokoh sentral pemeran Zainuddin, Hayati dan Azis tersebut begitu larut dalam karakter. Junot bekerja keras sepanjang film dengan dialek Makassar, mengharu biru saat tampil sebagai insan lemah tak berdaya, anggun berwibawa sebagai eksekutif-seniman muda, dan menyayat hati kembali saat bermonolog di depan tungku perapian, mengungkapkan kekecewaan hatinya yang mendalam terhadap Hayati. Jangan lupakan pula adegan klimaks saat ia meratapi Hayati yang sedang terluka parah. Begitu luluh-lebur dalam suasana hati yang hancur.
Pevita dengan kecantikan alaminya, tampil begitu indah sebagai gadis kembang desa yang terperangkap kedalam kuasa nasib. Begitu menyentuh.
Sedangkan Reza, kendati tak mendapat porsi sebesar Junot, tampil cemerlang dalam kata-kata, gesture tubuh sampai hanya mimik muka. Satu tatapan mata dan ekspresi sinis sudah sangat cukup melukiskan karakter yang sedang ia bawakan. Membuat kita geram, atau takut.  Aktor berbakat ini sama sekali tidak kalah dengan Junot sang pemeran utama. Keduanya sama-sama unggul  pada bidangnya masing-masing.
Satu pemeran lain yang juga layak diperhatikan adalah Randy Danistha, pemeran Muluk. Randy yang notabene adalah keyboardis grup band Nidji dan bukan seorang aktor ini sukses mencuri perhatian lewat aktingnya sebagai sosok yang konyol sekaligus setia kawan. Sukses mengundang tawa di beberapa adegan, juga tak bisa diabaikan perannya sebagai tokoh pendukung.
Musik pengiring adegan, termasuk didalamnya Original Sound Track, merupakan elemen penting sebuah film. Untuk film ini, grup band Nidji cukup sukses dalam perannya. Lagu-lagu mereka melebur apik dalam adegan-adegan, memperkuat suasana yang sedang dibangun.  Kesekian kali terbukti, karya klasik tak selalu harus berlatarkan ilustrasi musik daerah.
            Tak ada karya manusia yang sempurna, begitupun Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Kendati memukau, ada beberapa hal yang saya tangkap sebagai kelemahan terdapat di film ini. Diantaranya:
§   Animasi yang kurang halus.
Paling terasa terdapat di 3 adegan, yaitu adegan wide di arena pacuan kuda, adegan kapal yang sedang berlayar dan tentunya, adegan tenggelamnya kapal. Tampilan gambar jelas menunjukkan bahwa sebagian dari adegan-adegan itu adalah rekayasa digital. Warnanya kurang halus/kurang menyatu dengan sekitarnya. Pergerakan kapal diatas lautan terasa kurang wajar, begitupun saat adegan kapal tenggelam masuk ke air.
§   Tak ada established shot Padang Panjang, Batavia dan Surabaya.
Memang itu bukanlah hal yang vital. Namun alangkah bagusnya bila lanskap kota Batavia dan Surabaya era 30an ditampilkan. Keindahan film ini pasti akan lebih terasa.
§   Penyebab tenggelamnya kapal yang tidak/kurang jelas
Seberapapun kurang pentingnya adegan ini dalam cerita, tetap saja seharusnya ditampilkan walau hanya sekilas. Mungkinkah saya yang kelewatan memperhatikan?
Tentunya kritik diatas bukan bermaksud merendahkan kualitas film dan atau meremehkan kerja keras dan keahlian semua insan pendukung film. Sekedar pendapat yang mungkin benar, bisa juga salah. Satu keinginan penulis: menyaksikan film Indonesia semakin baik dan berkualitas dari waktu ke waktu.
            Rekan film mania, demikian review singkat dari saya, atas sebuah film luar biasa karya anak bangsa. Salah satu film nasional terbaik yang pernah saya tonton sejauh ini. Saya sangat bergembira dengan film ini, dan berharap penonton berbondong-bondong menonton film ini di bioskop, dan tidak membeli CD dan DVD bajakannya. Namun sebagai pemungkas kata; cukup banyak penonton yang terharu dan meneteskan air mata menyaksikan film ini. Satu keanehan, kenapa saya nyaris tidak merasakannya ya? :-P. Momen yang paling menyentuh bagi saya hanyalah saat diucapkannya 3 kalimat syahadat di telinga Hayati. Ah, sudahlah. Karya seni mungkin memang subyektif. Reaksi penikmatnya sangat tergantung dari selera, pengalaman hidup, tingkat kedewasaan, dan sebagainya dari sang penikmat itu. Hal yang terpenting mungkin, nikmati film sebagai film. Ambil yang baik, buang yang kurang baik.
            Maju terus perfilman Indonesia! J


TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

Penulis Novel            : HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)
Produser                    : Ram Soraya, Sunil Soraya
Sutradara                   : Sunil Soraya
Penulis Skenario        : Imam Tantowi, Donny Dhirgantoro, Riheam Junianti
DOP                          : Pinky Mirror
Kamerawan               : Yudi Datau
Editor                        : Sastha Sunu
Musik                        : Andi Ariel Harsya (Andi Nidji)
Pemeran                : Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian, Randy Danistha (Randy Nidji), Gesya Shandy, Arzetti Bilbina, Kevin Andrean, Jajang C. Noer, Niniek L. Karim.
Studio                         : Soraya Intercine Films
Tanggal Rilis              : 19 Desember 2013



 

Berikut ini beberapa Review film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" dari situs lain: