Sabtu, 20 Desember 2014

Pendekar Tongkat Emas: Turun Gunungnya Para Pendekar Persilatan Ke Kancah Film Nasional



Salam, film mania!
MILES Films kembali menghentak dunia perfilman Indonesia dengan karya berkualitasnya. Duo sineas MiraLesmana-Riri Riza untuk kesekian kalinya membuktikan totalitas mereka dalam menghasilkan karya yang berharga untuk bangsa ini.

Kembali membuktikan, bahwa tak ada yang salah dengan lahir di Indonesia, menjadi anak bangsa Indonesia. Sebab ternyata banyak orang Indonesia termasuk mereka, bisa menghasilkan karya-karya hebat. Apalagi dengan warna lokal Indonesia yang kental. Jadi kalaupun saat ini bangsa & negara ini jatuh dalam keterpurukan, itu karena mental sebagian OKNUM saja; para produser yang mementingkan keuntungan instan tanpa mempedulikan kualitas karya (nggak mau susah2 riset & buat sesuatu yang beda, maunya ikut arus trend), para pembajak & pembeli barang bajakan, para pengkritik yang nyinyir tanpa mau memahami beratnya perjuangan membuat sebuah film, para koruptor, dsb.. dsb..

PENDEKAR TONGKAT EMAS

Tayang pertama kali di bioskop tanggal 18 Desember 2014 yang lalu.
Sebuah film bergenre laga dengan warna budaya & lanskap alam Indonesia yang sangat jarang diangkat ke layar lebar, pulau Sumba.

Pasti sebagian besar dari anda para movie enthusiast, cukup terkejut dengan keputusan Miles mengangkat genre ini.
Mira Lesmana & Riri Riza mengangkat tema laga?
What!?.. Nggak salah tuh?
Bukankah mereka selama ini lekat dengan film-film berkualitas (bahkan sebagian termasuk ‘berat’) macam Ada Apa Dengan Cinta, Gie, Laskar Pelangi, Atambua 39 derajat Celsius, Sokola Rimba, dll..?

Tapi ternyata, memang kita tak salah dengar, tak salah lihat.
Mereka memang memproduksi genre yang sudah ‘mati suri’ selama sekitar 20 tahun itu. Genre yang—maaf—bisa dibilang lekat dengan citra sebagai tontonan kelas B tersebut (film yang hanya mengandalkan ‘otot’, tanpa mengedepankan kualitas cerita & artistik yang baik).

Namun tentunya, dengan KUALITAS. dan IDEALISME.

Di tangan kedua orang ini plus sutradara Ifa Isfansyah yang juga dikenal sebagai sutradara film-film berkualitas, film laga klasik nyaman dinikmati sebagai film yang indah secara artistik, berkualitas secara teknis, & cukup kuat di cerita.

CERITA
Di suatu masa di pulau Sumba, hiduplah Cempaka. Seorang pendekar sakti pemimpin perguruan Tongkat Emas yang sangat disegani di dunia persilatan. Ia memiliki 4 murid: Biru (Reza Rahadian), Dara (Eva Celia), Gerhana (Tara Basro) & Angin (Aria Kusumah). Semua mereka menjadi murid Cempaka karena alasan tertentu. Cempaka memiliki senjata ampuh berupa tongkat emas. Saat tiba saatnya menurunkan tongkat itu, Cempaka ternyata memberikannya kepada Dara. Bukan kepada Biru sang murid tertua. Hal ini memicu kecemburuan Biru & kekasihnya Gerhana, sehingga mereka tega membunuh Cempaka & melarikan tongkat emas. Kisah selanjutnya merupakan perjuangan Dara dibantu Elang (Nicholas Saputra) si pendekar misterius untuk merebut kembali tongkat emas.

Banyak hal yang menarik untuk dinikmati sekaligus dicermati dalam film yang menghabiskan dana 25 Milyar rupiah ini. Ya, 25 M. Membuat Pendekar Tongkat Emas menjadi salah satu film termahal di Indonesia. Diantara hal-hal menarik tersebut adalah: 

Keindahan alam lokasi syuting
Sutradara Ifa bersama Sinematografer/DOP GunnarNimpuno mengeksplor habis keindahan sabana Sumba yang memang luar biasa. Luasnya padang rumput yang kuning keemasan, pepohonan rimbun menghijau, bukit batu yang megah & sungai yang jernih sampai  ke dasar mengundang decak kagum. Kembali menyadarkan kita akan indahnya alam bumi pertiwi. Seolah mengajak para penonton untuk berkunjung, & semakin menyadarkan para sineas bahwa tempat syuting yang menarik tidak hanya Jakarta & Jawa saja. 

Keindahan visual
Keindahan alam hanyalah sebagian faktor pembuat film ini memuaskan mata. Kepiawaian Gunnar Nimpuno menggunakan kamera canggih Red Epic Dragon 6K resolution dalam bermain dengan cahaya, memberikan andil yang sangat besar dalam menghasilkan gambar-gambar yang tak hanya jernih, tapi juga ‘keluar’ warnanya & jelas kedalaman teksturnya. Sebagai seorang filmmaker wannabe, saya sering berpikir; bagaimana ya, menghasilkan gambar seindah itu? Siluet-siluet yang cantik dengan pendar sinar matahari, warna hamparan rumput keemasan bergoyang ditiup angin.. indah sekali..

Akting para pemeran
Salah satu kekuatan film ini. Semua pemeran berperan dengan sangat baik. Masing-masing sepenuh hati beradu akting. Kredit tertinggi saya berikan untuk artis senior Christine Hakim, yang walau hanya tampil beberapa menit saja, namun berhasil menunjukkan kelasnya sebagai pelakon berkharisma kuat. Reza Rahadian & Tara Basro ‘betul-betul jahat’, Eva Celia tampil mempesona walau nyaris tanpa make up. Tidak meremehkan juga akting Nicholas Saputra & nama-nama besar teater seperti Landung Simatupang & Whani Dharmawan.

Koreografi laga
Hebat. Dahsyat. Sangat bagus..
Terutama pada adegan laga final di penghujung film.
Sulit dipercaya bahwa koreografi sedahsyat itu ada di film Indonesia. Tentu saja, sebab Miles meng-hire penata laga asal Hongkong yang mantan pemeran pengganti Jet Li. Xiong Xinxin, veteran koreografer laga dengan pengalaman lebih dari 30 tahun. Memang akhirnya bisa ditebak hasil akhirnya. Pasti kental dengan cita rasa kungfu. Sebenarnya patut disesalkan, mengingat negeri ini punya pencak silat sebagai ilmu beladiri. Tetapi dilain pihak keputusan Mira & Riri ini harus dimaklumi. Sebab untuk menghasilkan adegan laga yang dahsyat, dibutuhkan koreografer & stunt double dengan keahlian sangat tinggi. Sedangkan mau tidak mau harus diakui bahwa untuk urusan koreografi laga, Hongkong memang nomor  1 di DUNIA.
Dengan kata lain, secara ilmu beladiri maupun seni, saya percaya silat tak kalah hebat dibanding kungfu. Tapi dari segi industrialisasi (maaf kalau ngawur istilah ini)/pemanfaatannya di bidang industri hiburan, silat jelas kalah jauh dibanding kungfu. Dalam dunia kungfu berlimpah orang-orang yang mendedikasikan dirinya untuk penggunaan seni ini dalam film maupun panggung pertunjukan. Sementara pencak silat? Film nasional saja baru sekitar 1 dekade yang lalu bangkit setelah cukup lama mati suri. Apalagi film yang bergenre silat. 20 tahunan tak diproduksi.

Keindahan narasi
Seno Gumira Ajidharma yang sastrawan menjadi kunci keindahan kata-kata dalam narasi pengantar cerita, yang disuarakan dengan begitu berkarakter oleh Christine Hakim & Slamet Rahardjo Djarot. Kata-katanya indah puitis, sekaligus bermakna sangat dalam.

Selain hal-hal menarik seperti diatas, sebagian orang memberikan kritik bahwa cerita yang skenarionya ditulis Jujur Prananto ini terkesan dangkal, & klise film silat di masa lalu:
Ada seorang pendekar mumpuni yang memiliki senjata/pusaka hebat > pusaka itu direbut musuh & ia dibunuh > muridnya berlatih keras untuk membalas dendam & merebut pusaka >  murid berhasil.

Saya pikir, ada benarnya juga.
Namun saya pikir-pikir lagi.. so what?
Jalan cerita boleh simple, sepanjang pesan moral yang ditampilkan dalam. Juga dibuat dengan cita rasa seni yang tinggi. Bukankah dalam kehidupan nyata masalah juga jarang datang dalam skala kolosal, namun seringkali memberikan efek yang kolosal di hati & pikiran orang-orang yang mengalaminya?

Sebagai penonton, saya punya subyektifitas.
Kalau boleh mengungkapkan, disamping banyak hal yang saya kagumi dari Pendekar Tongkat Emas, ada juga beberapa hal yang saya kurang suka:

Warna pakaian & set yang kurang cerah
Penata artistik Eros Eflin berusaha maksimal dalam menampilkan unsur budaya lokal Sumba. Rumah, tarian, aksesoris & ‘batik’ Sumba. Bagus, tentu. Namun warna-warnanya kurang ‘berani’, kurang cerah. Sebagian didominasi warna-warna coklat, krem & hitam. Kemungkinan besar, itu memang warna yang banyak dipakai di budaya Sumba. Hanya saja akhirnya, film ini kelihatan suram.

Setting lokasi yang kurang kolosal/kurang megah
Seperti sedikit disinggung diatas, jalan cerita film ini memang cukup sederhana. Salah satu faktor yang membuat set juga menjadi terbilang sederhana. Yang menonjol hanya beberapa rumah kayu & sebuah panggung kayu tempat kompetisi bela diri.

Penampilan Pemandangan Alam Yang Terlalu Banyak
Oke, nampaknya para pembuat film ini ingin mempromosikan tanah Sumba yang memang sangat elok. Namun, apa yang nampak di pengamatan saya, sedikit kebanyakan ditampilkan. Hampir tiap beberapa menit sekali, lanskap padang rumput atau sungai atau perbukitan, dsb. muncul sebagai intercut. Membuat cerita terasa seperti kurang 'padat'.

Adegan ciuman bibir yang terang-terangan
Maaf, boleh katakan saya kuno. Tapi, bagi saya itu penting. Masalahnya kita adalah orang beragama, dimana menurut petunjuk kitab suci kita tak boleh melakukan itu sebelum menikah—sedangkan kedua tokoh yang memerankan itu tidak dalam peran mereka sebagai suami istri.
Sudah selayaknya agama & seni harus bisa kita selaraskan dalam kehidupan, khususnya karena ini adalah media yang sangat besar pengaruhnya dalam mempengaruhi penonton. Jangan sampai hal yang tidak tepat menjadi sesuatu yang lumrah/wajar di masyarakat, okay? :-)

Figuran & Pemain cilik wanita yg kurang menghayati peran
Mungkin ini memang bukan hal yang krusial. Namun tetap saja mengganggu kenikmatan kita menghayati adegan yang sedang ditampilkan. Dikala para pemeran utama terlarut dalam emosi, ekspresi mereka nyaris datar-datar saja. Bisa dimaklumi bahwa para figuran adalah masyarakat lokal yang buta akting, sementara sutradara ingin melibatkan mereka agar film ini tak terkesan sebagai “filmnya orang Jakarta yang syuting di Sumba”, tetapi betul-betul film tentang kehidupan masyarakat di Sumba. Namun saya rasa, di situlah salah satu letak tantangan bagi sutradara.

Segala kritik & pendapat subyektif saya diatas tentu tak sedikitpun bermaksud untuk meremehkan kerja keras seluruh pemeran & kru yang terlibat. Pendekar Tongkat Emas tetaplah sebuah karya anak bangsa yang bagus, & sangat layak untuk disaksikan di bioskop, maupun kelak dalam format DVD original.
Ia membawa pesan moral yang bagus, visual yang menyejukkan mata, & pengetahuan yang bermanfaat.
Juga teladan dari balik layar, disebabkan film ini adalah cerminan totalitas yang harus diapresiasi. 8 bulan para pemeran berlatih bela diri bersimbah peluh, luka & lebam, & mega bujet 25 Milyar! Wow, hebat !!!

Salut untuk siapapun yang terlibat dalam produksi film Pendekar Tongkat Emas, & saya berharap suatu saat dalam waktu dekat ini, bisa bergabung bersama anda semua dalam produksi film-film nasional berkualitas. :-)
Amin!
Berikut saya tampilkan Video Diary / Behind The Scenes dari Pendekar Tongkat Emas. Mudah-mudahan bisa semakin bisa memberikan gambaran lengkap mengenai proses produksi film ini.








Review lain: Dunia Silat Pendekar Tongkat Emas


Pendekar Tongkat Emas (The Golden Cane Warrior)

Produksi  : Miles Films & KG Studio
Sutradara : Ifa Isfansyah
Penulis Skenario : Jujur Prananto, Seno Gumira Ajidarma,
Mira Lesmana, Ifa Isfansyah.
Producer : Mira Lesmana
Co-Producer : Riri Riza

Executive Producers : Agung Adiprasetyo, Bimo Setiawan
Co-Executive Producers : James F. Entong, Niken Rahmad
Associate Producer : Robin Moran

Action Choreographer : Xinxin Xiong
Sinematografi : Gunnar Nimpuno
Penata Artistik : Eros Eflin
Editor : W. Ichwandiardono
Penata Musik : Erwin Gutawa
Penata Suara : Satrio Budiono, Yusuf Patawari
Penata Kostum : Chitra Subiyakto
Penata Rias : Jerry Oktavianus

Senin, 13 Oktober 2014

Dracula Untold BEHIND THE SCENES


Dracula, kisah klasik yang telah beberapa kali difilmkan oleh sineas Hollywood.

Konon bersumber pada kisah nyata & tokoh yang memang pernah hidup
beberapa ratus tahun yang lalu: Vlad Dracula, bangsawan Wallachia
yang terkenal oleh kekejamannya yang luar biasa. Dikabarkan ia membunuh
ribuan orang musuhnya maupun rakyat biasa, lalu menyulanya (menusukkan
kayu panjang ke tubuh sang korban, lalu mendirikan kayu itu di atas
tanah).. !!!

Kisah ini memiliki beberapa versi, & difilmkan dengan beberapa versi pula.
Namun versi yang paling terkenal tentu versi Bram Stoker yang disutradarai Francis Ford Coppola tahun 1992.
Kisah di versi 2014 ini sedikit berbeda dengan versi-versi film pendahulunya. Kalau biasanya Vlad digambarkan sebagai sosok antagonis, kali ini digambarkan ia adalah sosok raja ksatria berhati emas. Kendati bukan pula sosok yang "suci" karena pernah membantai penduduk sebuah desa & menyulanya ke tiang (!). Vlad melakukannya demi menakuti pasukan musuh, agar tak membantai banyak desa yang lain.
Mendapatkan sisi monsternyapun, sang raja ini melakukannya demi menyelamatkan rakyatnya: demi mendapatkan kekuatan dahsyat agar bisa menghancurkan pasukan musuh, tentara kesultanan Turki pimpinan Sultan Mehmed II.

Secara sejarah, jelas cerita film ini jauh dari akurat. Tapi memang tak usahlah dijadikan masalah, karena memang titik berat film hiburan seperti ini memang bukan pada akurasi cerita, tapi pada kemampuannya untuk menghibur.
Well, minimal menurut pendapat saya demikian :-P

Kalau ingin tahu (& sebaiknya memang mencari tahu) tentang sejarah yang sebenarnya, silahkan baca di sumber-sumber yang terpercaya. Seperti misalnya di sini untuk Vlad Dracula, & di sini untuk Sultan Mehmed II.

Sebuah film yang cukup bagus.
Dahsyat, menegangkan sekaligus mengharu biru emosi.
Ditunjang sinematografi & special effect mengagumkan yang melatar belakangi akting Luke Evans dkk., film ini menghadirkan aura kelam-mistis yang menghadirkan ketakutan, haru & harapan. 
Saya tak peduli berbagai kritik yang kurang memberi nilai lebih bagi film ini seperti dikatakan memiliki plot yang kedodoran, dsb. Dimata saya, film ini cukup bagus :-)


Seperti biasa buat para filmmaker mania, berikut behind the scenes film ini. Dracula Untold karya sutradara Gary Shore:











Minggu, 12 Oktober 2014

Behind The Scenes "Annabelle"


Annabelle adalah film horror spin off (hasil pengembangan) dari film The Conjuring, yang sukses menebarkan atmosfir horror di tahun 2013 besutan sutradara James Wan. James juga terlibat di Annabelle, namun sebagai produser. Sementara sutradara dipercayakan kepada John Leonetti.
Bagi saya pribadi film ini cukup menakutkan, namun masih kalah dibanding pendahulunya. Mengisahkan tentang sebuah boneka yang diberi nama Annabelle, ceritanya kenapa ia bisa menjadi boneka "terkutuk" & dimasukkan ke kamar penyimpanan benda-benda berhantu oleh pasangan suami istri paranormal Ed & Lorraine Warren.  
Seperti biasa, setelah menyaksikan film horror, saya harus googling mencari video-video behind the scene-nya. Demi menetralkan rasa ketakutan yang saya alami, bahwa itu hanyalah sekedar film. Bukan suatu peristiwa yang nyata (walaupun sebagian berdasar kisah nyata). :-)
Penakut? Mungkin ya. :-D
Semakin menyadarkan saya tentang betapa hebatnya daya pengaruh sebuah film..

Berikut behind the scenes Annabelle dari Youtube..
Thax Youtube..



Rabu, 02 Juli 2014

DariJadi Short Movie Competition Siap Digelar

DariJadi Short Movie Competition siap digelar. Sebuah kompetisi film pendek yang diselenggarakan oleh FIFGroup dalam rangka Hari Ulang Tahunnya yang ke-25. Kompetisi film pendek ini berhadiah total 50 juta rupiah dan hadiah menarik lainnya.
“Buat masyarakat dan para seniman film segera registrasi di microsite FIFGroup, buat filmnya dan rebut hadiahnya Rp. 50 Juta,” kata Direktur Marketing FIFGroup, Djap Tet Fa Fa dalam siaran persnya.
Dalam kompetisi pendek ini, FIFGroup mengajak masyarakat, pelajar, mahasiswa, para sineas maupun komunitas film untuk melahirkan kreativitasnya sesuai dengan misi dari FIFGroup yaitu “Better Life, Better Future”.
Lebih lanjut, Tet Fa menerangkan, kompetisi film pendek ini bertujuan untuk memberikan inspirasi pada masyarakat melalui seni film.
Ketentuan dan aturan DariJadi Short Movie Competition, yaitu sebagai berikut:
• DariJadi Short Movie Competition terbuka untuk umum (Kecuali karyawan FIFGroup)
• Video yang di submit harus milik pribadi ( single author )
• Periode kompetisi dimulai sejak 21 April 2014 – 30 Juli 2014
• Peserta wajib “Like” fanpage FIFGroup dan “Follow” Twitter FIFGtoup
• Video harus diposting lewat akun pribadi Youtube peserta
• Peserta wajib mengisi form registrasi yang ada dalam microsite FIFGroup
• Link Youtube video bisa disubmit ketika melakukan registrasi lewat microsite atau pada rentang waktu periode kompetisi
• Pemenang kompetisi terbagi menjadi 6 kategori yaitu :
1. Pemenang Utama (Rp. 20.000.000,-)
2. Pemenang Kedua (Rp. 15.000.000,-)
3. Pemenang Ketiga (Rp. 7.500.000,-)
4. Pemenang Most Share (Rp. 1.000.000,-)
5. Pemenang People Choice’s (Go Pro)
6. Pemenang TOP 10 (Goodie Bag)
• Pemenang kompetisi DariJadi Short Movie Competition akan diumumkan pada 14 Agustus 2014 pada di halaman Social Media (Facebook, Twitter) dan Microsite FIFGroup (www.fifgroup.co.id/darijadi).
• Pemenang diminta untuk menyediakan waktu wawancara via email telepon, atau tatap muka setelah diumumkan.
Untuk pemenang DariJadi Short Movie Competition yang berdomisili di area Jabodetabek bisa mengambil hadiah langsung di kantor penyelenggara kompetisi FIFGroup Menara FIF – Jl TB Simatupang Kav 15, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta, diharapkan membawa bukti identitas. Untuk pemenang yang di luar area Jabodetabek hadiah akan dikirim ke alamat pemenang.
Kriteria Video : selengkapnya disini

Kamis, 19 Juni 2014

Festival Film Dokumenter & Semi Dokumenter


Salam para film mania..
Kali ini saya ingin berbagi info ttg festival film dokumenter.
Let's check it out! :

Lomba Film Dokumenter - Denpasar Film Festival 2014
Kategori Umum:
  • Peserta adalah Warga Negara Indonesia berusia 18 tahun ke atas.
  • Film peserta kompetisi harus film dokumenter. Tidak berupa profil lembaga/perusahaan, iklan layanan masyarakat, trailer film, dan video musik (Panitia berhak mengkualifikasi apakah film peserta termasuk film dokumenter atau tidak).
  • Tema: bebas
  • Durasi karya 20-45 menit.
  • Karya film dokumenter merupakan produksi tahun 2011-2014.
  • Film yang disetor harus utuh tanpa jeda iklan.
  • Materi film tidak melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Pelanggaran dan gugatan atas HAKI terhadap karya yang disertakan, di luar tanggung jawab Panitia, Kurator, dan Juri.
  • HAKI pada karya yang disetor tetap dimiliki oleh Peserta.
  • Panitia berhak menggunakan semua karya peserta sebagai arsip serta menayangkannya kepada publik dalam ruang terbatas untuk keperluan pelestarian dan pembinaan kebudayaan di Bali. Penayangan di stasiun televisi (terkait dengan hasil lomba) oleh Panitia hanya satu kali. Selebihnya harus seizin Pemilik HAKI.
  • Format materi karya yang disetor berupa DVD – Video PAL


Kategori Pelajar:
  • Peserta adalah Pelajar SMA/sederajat se-Bali (dibuktikan dengan salinan kartu pelajar atau surat keterangan lainnya).
  • Film peserta kompetisi harus film dokumenter. Tidak berupa profil lembaga/perusahaan, iklan layanan masyarakat, trailer film, dan video musik (Panitia berhak mengkualifikasi apakah film peserta termasuk film dokumenter atau tidak).
  • Tema: bebas.
  • Durasi karya 10-15 menit.
  • Karya film dokumenter merupakan produksi tahun 2011-2014.
  • Film yang disetor harus utuh tanpa jeda iklan.
  • Materi film tidak melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Pelanggaran dan gugatan atas HAKI terhadap karya yang disertakan, di luar tanggung jawab Panitia, Kurator, dan Juri.
  • HAKI pada karya yang disetor tetap dimiliki oleh Peserta.
  • Panitia berhak menggunakan semua karya peserta sebagai arsip serta menayangkannya kepada publik dalam ruang terbatas untuk keperluan pelestarian dan pembinaan kebudayaan di Bali. Penayangan di stasiun televisi (terkait dengan hasil lomba) oleh Panitia hanya satu kali. Selebihnya harus seizin Pemilik HAKI.
  • Format materi karya berupa DVD – Video PAL
Untuk info selengkapnya, silahkan ke situs resminya.

Selain itu, ada juga Festival Film Semi Dokumenter cagar Budaya.
cek infonya disini..

Thanx.. :-)

Kamis, 03 April 2014

THE RAID 2 - Gareth Evans, Iko Uwais & Julie Estelle discuss



Berikut behind the scenes dari The Raid 2: Berandal
Sebuah film action kolosal yang menurut saya adalah FILM ACTION TERDAHSYAT SEPANJANG MASA !!!

Okay, saya tidak sepenuhnya setuju dengan adegan aksi yang kelewat brutal itu, tapi tetap hal itu tidak mempengaruhi sedikitpun anggapan saya diatas. :-)























Thanks to Youtube.

Kamis, 13 Maret 2014

300 Rise Of An Empire, Keberanian Tanpa Kompromi





Salam..

Sudah nonton film 300: Rise of an Empire?
Kebetulan saya sudah, beberapa hari yang lalu. Jujur, banyak hal yang saya dapat dengan menonton film kolosal itu.

Kali ini saya tak hendak mereview film ini, karena di internet ini telah bertebaran review-review yang sangat bagus. Contohnya seperti disini: http://www.rottentomatoes.com/m/300_rise_of_an_empire/.
Tetapi sekedar ingin berbagi ide & rasa yang saya dapat setelah menonton karya sutradara Noam Murro ini.

Pertama tentu, rasa terhibur dan kagum luar biasa atas kedahsyatan special effect yang dibangun tim Scanline itu. Tone warna yang bernuansa emas membuat setiap adegan nampak begitu indah dan dramatis. 
Visual yang puitis.., ah, saya tak tahu bagaimana cara mengatakan kekaguman saya. Pokoknya, bener, indah sekali..

Visual pertempuran, tak banyak kata: DAHSYAT.
Armada angkatan laut yang terdiri dari ratusan kapal layar besar membelah ombak yang bergelora. Saling bertabrakan dengan kapal-kapal Yunani, yang memuntahkan manusia-manusia perkasa yang siap membabat habis siapapun yang menghadang mereka. Saling tebas, saling tusuk dengan darah bermuncratan.
Epik.. Sekaligus sadis.

Jalan ceritanya juga bagus, walau menurut saya masih dibawah kualitas film pendahulunya. Tentang kisah seorang pahlawan lain yang berjuang di rentang waktu yang sama dengan tokoh raja Sparta Leonidas dalam kisah seri pertama dulu. Themistocles, jenderal dari kerajaan Yunani. Musuhnya pun sama, armada perang super ganas pimpinan ‘manusia dewa’ bertinggi 3 meter Xerxes dari Persia.

Namun 1 hal utama yang paling saya ingat & menjadi inspirasi buat saya adalah: masalah KEKUATAN TEKAD & KEBERANIAN.
Seperti film 300 pendahulunya, film 300: Rise of an Empire ini menonjolkan satu karakter khas itu dari para tokohnya. Orang-orang yang tumbuh oleh didikan keras sejak kecil (di film 300 bahkan dikisahkan bahwa anak-anak Sparta dikirim ke hutan yang penuh binatang buas sejak usia mereka 10 tahunan selama beberapa tahun). Orang-orang yang kemudian menjelma menjadi manusia-manusia dewasa yang sangat superior. Bertubuh tinggi-kekar-atletis, luar biasa mahir bertempur, & memiliki keberanian dahsyat seolah tak mengenal sedikitpun rasa takut.
Berkali-kali sepanjang film, saya membayangkan diri saya pada tokoh-tokoh tersebut. Betapa merindingnya, dan gemetarnya hati saya bila harus menghadapi keadaan serupa. Coba bayangkan: melompat dari atas bukit setinggi beberapa meter menuju kapal dibawah, disambut dengan banyak orang bersenjata pedang yang garang dan haus darah. Atau terjun dari atas kapal menuju kapal musuh yang jauh lebih besar dan berisi jauh lebih banyak prajurit. Diatas laut bergelora, angin kencang yang pasti dinginnya menusuk tulang karena tubuh yang telanjang, dalam suasana alam yang pucat temaram dan muram. Sangat mengerikan.. L

Entah dengan anda, tapi saya berusaha mengambil hikmah dalam setiap film apapun yang saya tonton. Dan untuk film ini, keberanian itulah yang hendak saya coba terapkan dalam perjuangan hidup sehari-hari. Tentu, apa yang nampak di film adalah dramatisasi dari peristiwa sebenarnya hampir 1500 tahun yang lalu. Namun tak ada salahnya mengambil manfaat dari kisah fiksi sekalipun. Apalagi sebuah kisah yang benar-benar nyata pernah terjadi. Dialami oleh makhluk-makhluk yang sejenis dengan kita—manusia—yang sama-sama dikaruniai fisik, akal & perasaan.

Coba bayangkan, betapa dahsyatnya manfaat yang bisa kita dapat bila kita bisa menjadi manusia yang BERANI & BERTEKAD KUAT menghadapi tantangan kehidupan. Mengingat kehidupan semakin kompleks dari hari ke hari, dan semakin berat, tak ada jalan lain selain memiliki kedua sifat tersebut bila kita ingin hidup bahagia & sukses setiap harinya. Bersanding dengan karakter-karakter baik lainnya seperti relijius, jernih dalam berpikir, introspektif & sabar. Pasti kita akan meraih kesuksesan & kebahagiaan.

Sebab tak kurang rasanya kita melihat, baik dalam kisah-kisah para public figure di televisi maupun dalam keseharian kita, orang-orang yang semula adalah manusia-manusia berhati baik, namun seiring waktu berubah menjadi jahat. Tak kuat menghadapi tekanan atau bujuk rayu harta, tahta & wanita/pria. Atau mengambil jalan pintas ‘termudah’: bunuh diri L L L.

Bayangkan kita memiliki kekuatan tekad & ketangguhan ala Leonidas, Themistocles & para pengikut mereka. Lelaki maupun PEREMPUAN. Di tengah-tengah KEADAAN YANG SANGAT SULIT, DENGAN HARAPAN KEMENANGAN YANG AMAT KECIL, tak sedikitpun terbersit di hati mereka keinginan untuk mundur & menyerah kalah.
Kesakitan yang hebat, bahkan kematian, bukanlah sesuatu yang harus ditakuti dan dihindari. Bukanlah suatu keadaan terakhir. Malah mereka songsong itu, dengan harapan kehormatan sebagai pejuang, dan kebahagiaan sejati di alam sesudah kematian.

Memang sih guys, siapa sih yang bisa hidup selamanya di dunia?

Okay guys para film mania, berikut video-video dari Youtube berkaitan dengan film kolosal ini. Satu rekomendasi saya: nontonlah film ini!
Di bioskop/beli filmnya ya, jangan beli bajakan. Dosa! J

See you..

BEHIND THE SCENE







300: Rise of An Empire

Produksi       : Legendary Pictures & Cruel and Unusual Pictures
Produser       : Gianni Nunnari, Mark Canton, Bernie Goldman, Deborah Snyder, Zack Snyder
Sutradara      : Noam Murro
Skenario       : Zack Snyder, Kurt Johnstad berdasar novel grafis karya Frank Miller
Pemeran       : Sullivan Stapleton, Eva Green, Lena Headey, Rodrigo Santoro, dsb.
Editor           : Wyatt Smith & David Brenner
Sinematografi: Simon Duggan