Kali
ini saya ingin menyambung artikel saya “pada kemana aktor-aktor lagaIndonesia?” cukup terlambat bila dikaitkan dengan momen suksesnya The Raid: Redemption,
memang. (Mohon maaf, karena saya baru sempat meluangkan waktu untuk menulis
saat ini L )
Sobat
filmholic,
Cukup
banyak perkembangan terjadi dalam industri film kita sejak saya memposting
artikel itu. Satu yang sangat menggembirakan—terlalu indah untuk jadi sebuah
kenyataan, bahkan—adalah munculnya sebuah film nasional yang sukses di
peredarannya di seluruh dunia. The Raid. Serbuan Maut.
Film
itu seolah menjadi jawaban atas kerinduan saya untuk menyaksikan para aktor
film laga nasional berjaya di layar perak.
Tidak
cuma 5-10 fighter, tetapi puluhan!
Tidak
cuma 40-50% adegan fighting, tetapi 90%!
Tidak
cuma pencak silat, tetapi bermacam ilmu beladiri!
Tidak
cuma sukses di tingkat nasional, tetapi internasional!
Tidak
cuma para aktornya menjadi idola di masyarakat Indonesia, tetapi langsung
bermain di film Hollywood! ...
Luar
biasa. Fantastis..
Walau
itu bukan 100% karya anak bangsa, tetapi kita tetap boleh berbangga bahwa 95%
pemain dan kru adalah sineas dan aktor lokal. Diproduksi di Indonesia, dan
menampilkan kehebatan akting, keahlian beladiri dan karya artistik orang
Indonesia.
Filmholic,
artikel ini saya tulis selain untuk mengapresiasi The Raid, juga untuk mengulik
sedikit proses pembuatannya, serta tentunya untuk memotivasi kita semua untuk
meniru—tentunya melebihi kalau bisa—kesuksesan produksi film laga fenomenal
itu.
Niat
yang sungguh-sungguh dan profesionalisme untuk menghasilkan karya film yang
hebat dan sukses di pasaran.
Itu
penyebab utama kesuksesan The Raid, saya rasa. Bagaimana tidak?
Mengkreasi
ide cerita yang out of the box, yang
‘gila’, tentu membutuhkan olah pikir yang ekstra dan keberanian untuk
mengeksekusinya nantinya.
Menciptakan
koreografi laga yang dahsyat selama 3 bulan, untuk aksi selama 1 jam lebih,
meng-casting
70an fighter,
lalu
mengajarkan koreografi tersebut kepada 70an aktor dan fighter, tentu
membutuhkan effort yang sangat besar.
Hunting
lokasi, lalu menciptakan set & tata artistik yang sesuai kebutuhan cerita
dan pengadeganan laga, jelas membutuhkan keahlian khusus.
Lalu
memasarkan film itu ke masyarakat Indonesia yang gemar membeli film bajakan,
jelas membutuhkan keberanian besar untuk ‘berjudi’ dengan bujet yang telah
dikeluarkan.
Namun
tak ada sebuah filmpun yang sempurna.
Walaupun
mengagumkan, ada beberapa kejanggalan adegan yang sebenarnya cukup mengganggu:
ü
Adegan penembakan brutal terhadap sopir mobil
pengangkut pasukan
Nampaknya ini diakibatkan kelengahan pada saat syuting. Bila
diperhatikan, ada lalu lintas kendaraan didekat lokasi adegan ini berlangsung.
Bagaimana mungkin sebuah pembunuhan brutal dengan suara senapan mesin membahana
tidak menarik perhatian pengguna jalan yang berjarak sekitar 20an meter dari
TKP?
Selain itu, adegan ini menjadi janggal juga karena pada awal
dan akhir film, diperlihatkan bahwa pasukan Raka cs. Masuk dan keluar melalui
jalan kecil menuju/ keluar gerbang. Kenapa tidak melompat pagar dari jalanan
disampingnya saja? Jelas, ‘kebocoran’ suasana lalu lintas jalan ini seharusnya
tidak terjadi.
ü
Adegan perkelahian final
Adegan ini sangat menarik. Adu jotos dan tendangan, bantingan
selama beberapa menit nonstop. Tetapi, ini agak diluar nalar. Seandainya ini
terjadi di kejadian nyata, pastilah gigi sudah bertebaran kemana-mana. Pastilah
sudah ada tulang rusuk yang patah sejak di sepertiga perkelahian. Lalu bagusnya
bagaimana? Mungkin intensitas pukulan dengan kepalan tangan bisa dikurangi,
diganti dengan sentakan telapak tangan, misalnya. Atau cara yang lain, para
ahli beladiri tentu lebih tahu.
Saya
pribadi bukan anti film bermuatan adegan kekerasan. Tinggal bagaimana mengemasnya. Tetapi di The Raid,
seharusnya kekerasan yang ditampilkan tidak perlu se vulgar itu. Adegan peluru
melubangi kepala, senjata tajam merobek tubuh, seharusnya bisa ditampilkan
secara lebih estetis. Adegan Tama (Ray Sahetapi) yang menghunjamkan palu ke kepala
anak buahnya di awal film, itu contoh yang cukup baik. Gambar diedit dengan pace cepat untuk menghindari adegan palu
menghantam kepala, tetapi penonton pasti tahu bahwa maksudnya itu. Menunjukkan
kesadisan seseorang, it’s OK. Tetapi bisa secara lebih estetis. Justru disitu
tantangannya, menampilkan adegan tanpa terlihat nyata 100%, tetapi penonton
tahu maksudnya itu, & terpuaskan visualnya. Ibarat adegan ML tidak harus
ditampilkan layaknya film biru, tetapi bisa ditampilkan lewat siluet di dinding
misalnya, & kilasan-kilasan si aktor mencium tubuh pasangannya.
Selain
itu, ini masalah yang boleh dibilang sepele, tetapi dimata saya sedikit
mengurangi kesempurnaan film. Seragam pasukan khusus polos tanpa badge
kesatuan. Mungkinkah ada pasukan khusus yang demikian? Saya rasa nggak deh. Saya yakin Mr.Gareth Evans
bermaksud untuk tidak menampilkan kesatuan secara spesifik berasal dari mana,
mungkin selain masalah perizinan, bisa saja ia khawatir image buruk yang bisa
saja disandang kesatuan tersebut mengingat kekerasan-kekerasan hebat yang
dilakukan para personilnya di keseluruhan film. Saya mengerti dan menghargai
keputusan itu. Tetapi seharusnya, bisa diganti dengan badge “asal”. Maksudnya,
diperlihatkan saja ada badge, tetapi
gak pernah disorot secara dekat apalagi Close Up. Bentuknya pun gak harus
meniru bentuk badge pasukan khusus Indonesia matra apapun.
Semua
analisis diatas saya kemukakan tanpa bermaksud sok pintar, tentu saja. Sekedar
memberikan sedikit kritik konstruktif semata dari sudut pandang seorang
penikmat (dan pemimpi pembuat) film. Apalagi adegan dalam sebuah film memang
tak harus sesuai dengan ‘hukum-hukum’ peristiwa di kehidupan nyata.
Berikut
ini adalah kisah dibalik layar film ini. Saya ambil dari situs Youtube:
Bagian 1:
Bagian 2
Akhirnya,
salut dan semua jempol tangan dan kaki saya untuk Mr.Gareth Evans, Yayan
Ruhiyan, Iko Uwais dan segenap kru produksi.
Semoga
perfilman laga kita, dan secara umum perfilman nasional kita semakin maju dan
mendunia.
Semoga
kita bisa membuat film yang minimal sama hebat dan suksesnya seperti The Raid
suatu saat nanti. Harus bisa!
Makanya, ayo buruan bikin film.. !
situs resmi The Raid.
review The Raid
Makanya, ayo buruan bikin film.. !
situs resmi The Raid.
review The Raid