Hai sobat filmholic..
Apa kabar?
Izinkan saya kali ini sedikit berbagi lagi dengan
anda semua.
Seputar dunia yang menjadi minat besar kita
bersama, film dan filmmaking.
Filmholic, tahun 2012 kemarin saya tutup dengan kenangan
manis tentang film Indonesia. Bagaimana tidak, pada bulan Desember saja 3 film
karya anak bangsa telah saya tonton di bioskop, dan saya puas dengan semuanya.
5 CM-nya Rizal Mantovani, Cinta Tapi Beda-nya Hanung Bramantyo dan Habibie
& Ainun-nya Faozan Rizal. Sungguh membahagiakan menyaksikan film-film
Indonesia yang semakin berkualitas!
5 CM
5 CM mengisahkan petualangan 6 sahabat mengarungi
petualangan mendaki puncak Semeru. Kekuatan yang paling menonjol dari film ini menurut
saya terletak pada visualisasi lanskap gunung tertinggi di Jawa itu, yang
menurut saya cukup berhasil mengabadikan keindahannya yang menakjubkan. Dipadukan
dengan drama menarik seputar pencarian jati diri dan makna kehidupan khas anak
muda, visualisasi tersebut menjadi semakin memiliki makna. Lebih lanjut tentang
film ini dapat sobat baca di artikel yang lalu. 4 dari 5 bintang saya berikan
untuk film ini.
HABIBIE DAN AINUN
Habibie & Ainun adalah perjalanan kisah cinta
nyata yang manis dan agung antara tokoh nasional, legenda hidup dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi Indonesia Habibie dengan kekasih tercintanya Ainun. Satu
dari sedikit tema sejenis yang pernah diangkat sineas lokal. Kekuatan utamanya terletak
pada 2 hal: keindahan cerita itu sendiri, dan akting para tokohnya. Bila
dibandingkan dengan kisah fiksi, memang jalinan konflik sepanjang alur cerita
tidak terlalu kompleks dan padat. Hal tersebut tentu bisa dimaklumi mengingat
ini adalah kisah yang diangkat dari kejadian nyata, dimana dalam kenyataannya memang
hanya sedikit manusia mengalami kisah yang sedemikian kompleks dan ‘heboh’
seperti ditampilkan dalam banyak film. Apalagi bila mengingat bahwa Habibie
adalah tokoh yang termasuk dalam lingkaran kekuasaan politik masa orde baru,
sehingga mau tidak mau detail kisah hidupnya pastilah banyak bersinggungan
dengan tokoh dan masalah yang bermuatan politis, sehingga (untuk ukuran
Indonesia) tentunya terlalu sensitif untuk ditampilkan. Jadilah, konflik terasa
nyaris datar di sebagian besar film.
Kekuatan film ini memang bukan disitu, tetapi lebih
ke penampilan keindahan kisah cinta sepanjang hidup Habibie dan Ainun. Kekuatan
cinta antara 2 manusia, kebersamaan dalam mengatasi segala dinamika kehidupan
yang terjadi sepanjang perjalanan kehidupan mereka. Satu hal yang terus terang
tidak saya duga adalah, kemampuan Reza Rahardian dalam menghidupkan peran
Habibie. Kemampuan aktingnya bertemu dengan sosok yang demikian menantang untuk
dieksplor, sebab Habibie adalah tokoh yang sangat unik dalam banyak hal:
kecerdasannya, pemikirannya, pengalaman hidupnya sampai ke cara bicara dan gesture tubuhnya. Piala Citra 2013
nampaknya akan menambah koleksinya tahun depan.
Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, Habibie
dan Ainun cukup menarik. Setting kehidupan masa lalu, setting tempat di Jerman,
cerita prestasi Habibie serta tentunya kisah cinta sejati antara beliau dengan
ibu Ainun cukup membuat film ini menyegarkan untuk ditonton. Semua kelemahannya
seolah kabur oleh inspirasi demi inspirasi yang bisa dipetik darinya. 4 dari 5
bintang saya sematkan juga untuk film ini.
CINTA TAPI BEDA
Cinta Tapi Beda sudah saya tunggu sejak pertama
saya melihat teasernya. Film-film dengan
tema perbedaan agama seperti ini selalu mengundang rasa penasaran saya tentang
bagaimana sang penulis menyelesaikan kisah klasik yang dihadapi umat beragama
di Indonesia tersebut. Bagaimana pula sang sutradara mengemasnya secara pas
sehingga menjadi sebuah tontonan yang mencerahkan, dan kalau bisa, menghibur. Ternyata,
setelah menontonnya, rasa penasaran tersebut cukup terpuaskan. Film ini
berhasil menampilkan secara real
tanpa dramatisasi berlebihan, apa yang terjadi jika sepasang insan berbeda
agama memutuskan melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Tentangan
demi tentangan apa yang akan mereka alami, pergolakan batin sehebat apa yang
mereka rasakan, dan bagaimana mereka mengatasinya. Hanung Bramantyo sebagai
sutradara dan sebagai … penulis cukup berhasil mengangkat realitas sosial ini
dengan pas. Memang, ending film ini kurang memuaskan menurut saya. Tidak
memberikan solusi yang jelas, tuntas, dan nyata bisa diaplikasikan. Kalau tidak
salah, film ini lalu menyerahkan kepada hati nurani masing-masing tentang
keputusan yang akan diambil.
Tetapi setelah saya pikir, mungkin itu bukan
kesalahan film ini. Dalam kenyataan di masyarakat masalah seperti ini memang belum
bisa (dan mungkin tidak akan pernah bisa) diselesaikan secara tuntas. Apalagi
dengan win-win solution antara kedua
belah pihak. Kunci penyebabnya adalah: aturan dalam setiap agama (khususnya
Islam) untuk menikah hanya dengan orang yang seiman. Orang-orang di film ini,
saya, dan anda semua pembaca nampaknya memang tak akan pernah menemukan 1 titik
sepakat untuk masalah perkawinan beda agama. Akhirnya semuanya tergantung hati
nurani, dan pemahaman kita terhadap agama.
Mungkin memang film ini dibuat tanpa maksud memberikan
solusi praktis, tetapi hanya menyajikan sebuah realitas sosial. Jadi mungkin
cara terbaik memandang film ini adalah dengan menganggapnya sebagai media
pengasah kebijakan kita—cermin untuk merefleksi diri, serta sebagai hiburan
semata. Bagi kita sebagai calon filmmaker,
jadikan film ini juga sebagai sarana belajar. Bagaimana Hanung bisa menyajikan jalinan
cerita yang indah, mengaduk emosi, mengundang simpati sehingga menjadikan Cinta
Tapi Beda tontonan yang berkelas. 4 dari 5 bintang saya sematkan untuk film
ini.
Sobat Filmholic,..
3 film diatas adalah bagian dari 86 film nasional yang
diproduksi tahun 2012 yang lalu (filmindonesia.or.id). Mungkin sedikit meningkat dari
tahun sebelumnya. Mohon maaf, karena situs resmi tentang masalah ini susah sekali didapat :-(
Cukup banyak yang bagus.
Saya berharap dalam optimisme, bahwa film Indonesia akan terus meningkat hingga benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri, serta memenangi festival-festival bergengsi di luar negeri.
Cukup banyak yang bagus.
Saya berharap dalam optimisme, bahwa film Indonesia akan terus meningkat hingga benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri, serta memenangi festival-festival bergengsi di luar negeri.
Untuk 2013 saya pribadi menunggu film-film
seperti Berandals (sekuel The Raid), The Mine, Java Heat, Gending Sriwijaya dan
sebuah film biopic Sukarno.
Mari kita berdoa agar hal tersebut benar terjadi,
sobat filmholic. Serta agar kita
menjadi bagian dari kebangkitan film anak bangsa ini. Amin..!