Selasa, 26 Oktober 2010

Bagaimana menembus persaingan untuk menjadi aktor sukses.

Creech Air Force Base

Jika Anda memiliki mimpi untuk sukses menjadi aktor, dan Anda yakin bahwa Anda memiliki bakat untuk itu, ada cara untuk memulai dalam bisnis yang akan mengurangi risiko kegagalan.Setiap hari orang berangkatdari rumah dengan harapan akan menemukan keberuntungan di layar perak, namun mereka kurang pengalaman, bakat, dan pengetahuan tentang cara untuk mencapai kesuksesan itu.Mereka yang telah melakukan banyak kerja keras dan mendapat pengalaman yang dibutuhkan untuk sukses adalah orang-orang yang paling mungkin berhasil. Mendapatkan pengalaman sebelum Anda ditemukan sebagai bintang masa depan bisa jadi sulit, tetapi jika Anda punya rencana dan Anda tahu di mana untuk memulai, itu bukanlah hal yang mustahil. Berikut ini adalah tips dari Stewart Wrighter, tentang hal-hal yang harus dilakukan untuk menjadi aktor yang berhasil di industri film:

Pertama, terutama jika Anda tinggal di kota besar seperti Jakarta, adalah kontak agensi model terpercaya. Agensi yang baik dapat membantu Anda menampilkan citra yang ingin anda tampilkan, dan mungkin memiliki tips tentang memulai dalam industri. Biasanya, juga jaringan kerja yang luas dengan PH dan stasiun televisi. Banyak model telah sukses dengan foto-foto dan mengubahnya menjadi karir dalam bertindak.
Untuk benar-benar bisa merasakan akting, Anda harus banyak menghabiskan waktu untuk berlatih. Berpartisipasi dalam pertunjukan teater tidak persis sama dengan karya film, tetapi banyak membantu untuk berlatih. Ketika membuat film, Anda bisa mengulang hal-hal yang salah, namun tidak selama pertunjukan live. Bertindak dalam pertunjukan teater memberi Anda kesempatan untuk belajar bagaimana untuk menghafal dialog, memahami interaksi dengan sesama artis, dan mengerti bagaimana latihan dan penyutradaraan lapangan.

Salah satu cara yang paling populer yang banyak dilakukan bintang film sukses dalam memulai karir mereka adalah, terlibat dalam iklan. Banyak aktor terkenal saat ini pernah di iklan, dan banyak dari mereka terus melanjutkannya setelah terkenal. Ini akan membuat wajah anda banyak dikenal pencari bakat dan casting director, sembari menunggu kesempatan bermain di film/sinetron.


Ketika datang ke agen, keberhasilan Anda tergantung pada seberapa agresif agen Anda. Anda menginginkan seseorang yang berpengalaman dan profesional, tapi ingat Anda akan harus bekerja keras untuk bekerja dengan agen terbaik. Biasanya, membayar agen Anda adalah berdasarkan persentase dari penghasilan Anda, jadi ini adalah motivasi bagi mereka untuk bekerja sekeras yang mereka bisa untuk membuat Anda sukses.
Akhirnya, cara terbaik untuk menemukan keberhasilan dalam industri film adalah membuat diri anda seahli dan se’berharga’ mungkin. Aktor yang fleksibel dan yang dapat melakukan lebih dari sekedar terlihat baik pada layar memiliki peluang paling besar. Jika Anda bisa menyanyi, menari, berbicara beberapa bahasa, atau berbicara dengan aksen meyakinkan, pastikan direktur casting mengetahui hal ini. Bila Anda audisi, tunjukkan semua bakat Anda itu dan minta agen Anda mencari peluang di film2/sinetron2 dengan berbagai genre.Fleksibilitas diperlukan untuk membangun sukses di industri film & sinetron.

Dirangkum dari tulisan Stewart Wrighter di Ezine.

Rabu, 20 Oktober 2010

BOLLYWOOD

Potret Kemapanan Industri Hiburan


Hollywood Reporter

Bagi anda penggemar drama televisi atau film, pasti tak asing lagi dengan sinema yang berasal dari negara produsen film terbesar di dunia ini: film India. Beberapa tahun yang lalu malah semua saluran televisi negeri kita ini seolah berebut menayangkan film-film dari “bangsa penari” tersebut. Setiap pagi kita disuguhi kisah-kisah cinta romantis diselingi aksi-aksi laga, berbalut nyanyian-nyanyian merdu mengharu biru dan tarian “rampak” puluhan penari, nonstop selama 3 jam-an. Saat Shahrukh Khan, seorang bintang besar India datang ke Jakarta, luar biasa kehebohan yang dibuat oleh para fansnya. Ya, di samping si raksasa Hollywood yang menguasai dunia hiburan dengan film-film berbujet ekstra besarnya, “pabrik-pabrik” film di India—lazim disebut Bollywod—juga terus tumbuh menghasilkan seribuan judul film per tahun, memikat jutaan penggemarnya di seluruh duinia. Tulisan berikut bermaksud sedikit mengulas kebesaran industri film negeri asal Mahatma Gandhi itu.

Profil Hanung Bramantyo

gemintang.com

Hanung Bramantyo adalah seorang sutradara muda yang termasuk jajaran filmmaker terkemuka negeri ini. Lewat karya-karyanya seperti Brownies, Jomblo, Ayat-Ayat Cinta, Perempuan Berkalung Sorban, Menembus Impian, Get Married 1 & 2 & Sang Pencerah Hanung membuktikan eksistensinya sebagai sutradara yang piawai membesut tema-tema cinta, idealisme, perjuangan hidup bahkan agama secara populer, inspiratif dan mudah dipahami semua kalangan, tanpa terjebak membuat film menjadi terasa ‘berat’ oleh pesan moral.


Berbicara tentang tema film-film Hanung, nampaknya hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh atmosfer religius yang cukup kental di lingkungan tempatnya dibesarkan, yang membentuk pola pikir dan kepedulian Hanung akan berbagai realitas sosial yang perlu dikritik dan diambil inspirasi untuk berubah dari padanya. Sebagai contoh pada film Menembus Impian, Hanung menampilkan tokoh seorang gadis yang berjuang untuk keluar dari kungkungan kemiskinan dan nasib buruk yang mendera keluarganya dengan cara menjadi distributor sebuah perusahaan Multi Level Marketing. Sebuah cara yang pada dunia nyata memang cukup berhasil mengangkat ribuan orang menuju perbaikan taraf hidup, dari kondisi yang terlihat sangat tidak mungkin sekalipun. Dengan penuh cinta pada ibunya yang sakit, tokoh yang diperankan oleh Acha Septriasa itu menghadapi segala tantangan hidup yang berat, yang memang nyata di masyarakat kita. Atau bisa dilihat juga di Sang Pencerah. Film yang mengisahkan tentang Ahmad Dahlan sang pendiri Muhammadiyah itu begitu kental dengan nilai-nilai positif tentang kemanusiaan dan perjuangan menegakkan idealisme, dalam bingkai agama (Islam).

Hanung, kelahiran Yogyakarta 1 Oktober 1975, mulai banyak dikenal publik setelah terlibat dalam pembuatan serial “Anak Seribu Pulau” bersama yayasan SET pimpinan Garin Nugroho. Selain karya-karya yang telah disebutkan diatas, “anak emas” almarhum Teguh Karya ini juga telah banyak membuat karya lain, baik sebagai sutradara maupun sekalian menulis skenarionya. Diantaranya:

- Film pendek : Ketika, Surya Menggapai Maharani, Tlutur, Topeng Kekasih, Islam itu apa?dsb.

- Sinetron & FTV : Gelas-Gelas Berdenting, Sahabat Malam, Malam Pertama (8 episode),

Kidung, dsb.

- Doku drama : profil Soekarno, Sutan Syahrir & Jusuf Kalla

Mengenai penghargaan, sudah banyak yang diterima oleh sineas lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini. Satu yang paling terkenal mungkin sebagai Sutradara terbaik pada Festival Film Indonesia 2005 lewat film Brownies.

Hanung menikah dengan aktris Zaskia Addya Mecca, memiliki 2 anak, dan sampai saat ini terus berkarya memproduksi film.

Minggu, 17 Oktober 2010

PROFESIONALITAS KERJA ALA INDUSTRI FILM TELEVISI AMERIKA

Foto diambil pada tgl 9 Maret 2007 di Burbank, California, USA. Di kompleks ini Warner Bros Studios sebelah menyebelah dengan Universal Studios, Walt Disney Studios, & stasiun televisi ABC.


          Dunia pertelevisian di seluruh dunia adalah sebuah dunia yang sangat dinamis. Padat kerja, padat modal, dan padat teknologi. Beragam acara ditampilkan stasiun-stasiun televisi selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu nyaris tanpa henti. Diantara semua acara tersebut, salah satu yang tak pernah absen adalah tayangan sinetron atau serial drama televisi. Tak peduli trend apa yang sedang berlaku atau kejadian seheboh apapun yang sedang terjadi di masyarakat yang menyita jam tayang, serial drama tetap tak pernah absen mengisi layar kaca. Selain karena lumayan efektif dalam mengisi slot waktu siaran disebabkan durasinya yang cukup panjang, tayangan jenis ini begitu digemari masyarakat pemirsa. Sejujurnya, salah satu andalan stasiun televisi untuk‘mengikat’ pemirsa secara emosional agar tetap menonton setiap hari, karena jalinan cerita drama yang umumnya bersambung.
Waktu 24 jam sehari, setiap hari, jelas membutuhkan pasokan acara yang kontinyu/berkelanjutan. Terlebih karena industri ini banyak berhubungan dengan bidang industri lain seperti periklanan, show-biz, dsb. Untuk itu, kerapihan manajemen adalah sesuatu yang mutlak dituntut dari semua pihak yang terlibat, baik dari stasiun televisi itu sendiri maupun dari para pemasok acara seperti rumah-rumah produksi pembuat serial drama. Misalnya, sekali saja terjadi missed dalam produksi 1 episode drama—sehingga mungkin menyebabkan penayangan ulang episode sebelumnya—kerugian sudah pasti akan dialami stasiun televisi disebabkan para pemasang iklan yang complaint dan mungkin meminta potongan harga atas penempatan iklan mereka.
        Berbicara mengenai kerapihan manajemen dan kualitas karya, sangat baik kiranya bila kita sedikit mengintip dapur produksi serial TV Amerika yang berkelas dunia. Perusahaan Warner Bros misalnya, produsen serial-serial ternama macam Emergency Room (ER) dan The West Wing. Sejak di gerbang masuk, atmosfer profesionalisme dapat langsung terasa. Para pekerja datang sebelum pukul 8 pagi, dan harus menunjukkan tanda pengenal mereka untuk bisa masuk. Tanpa kecuali. Sesampainya didalam, sudah siap angkutan bus untuk membawa mereka ke tempat kerja. Harap maklum, kompleks studio Warner Bros itu begitu luas, kira-kira seluas kompleks olahraga Senayan, Jakarta Pusat. Didalam kompleks itu berdiri puluhan bangunan besar mirip hanggar, yang diberi nomor urut. Didalam bangunan-bangunan itulah, dibangun set untuk produksi serial-serial TV. Misalnya, ‘hanggar’ 1 untuk produksi serial ER, ‘hanggar’ 2 untuk produksi serial The West Wing, dan seterusnya. Set-set itu berikut segala pernak-pernik perabotannya sangat mirip dengan kondisi aslinya. Misalnya set untuk serial ER, begitu mirip dengan ruangan-ruangan rumah sakit dari kamar operasi, kamar rawat sampai ruang kerja paramedisnya. Begitupun saat masuk set serial The West Wing yang berkisah seputar kehidupan seorang presiden Amerika (diperankan oleh Marthen Sheen), kita akan merasa seolah-olah sedang berada di Gedung Putih.
Serial-serial sukses Amerika bisa bertahan selama bertahun-tahun di televisi. ER bahkan sampai belasan tahun (!) Lebih mengagumkan lagi mengingat bahwa lingkup penjualannya tidak hanya di dalam negeri Amerika—yang tentu mencerminkan kehidupan sehari-hari warga Amerika—tetapi juga ke banyak negeri lain, yang sebagian besar tentu jauh secara budaya dan bahasa Amerika.
Semua hal itu tak mungkin dilakukan tanpa dukungan para pekerja yang profesional. Seperti para pekerja Warner Bros ini, yang bekerja dalam ritme kerja yang teratur 8 jam-an sehari, 5 hari seminggu, dan tentunya dibayar dengan sangat layak. Dibelakang mereka ada organisasi persatuan karyawan yang solid & selalu siap sedia membantu mereka dalam mendapatkan hak-haknya (perlu diketahui bahwa hampir setiap profesi di Amerika telah memiliki Asosiasi/Persatuan profesionalnya masing-masing, yang kuat dan dihargai oleh industri).
Ada lagi indikasi lain profesionalisme industri ini, berupa diselenggarakannya festival tahunan Emmy Award secara rutin, yang memacu setiap pelaku industri televisi untuk bisa menghasilkan karya-karya terbaik mereka.
        Kurang afdol rasanya bila tak membandingkan dengan industri serupa di negeri kita tercinta, walaupun secara umum. Di Indonesia, yang geliat pertumbuhan industri film serialnya—atau yang populer disini sebagai sinetron—sudah terasa sejak 20 tahun yang lalu seiring bermunculannya stasiun televisi swasta, kondisinya bisa dibilang masih jauh dari mapan. Indikasi yang paling kentara mungkin bisa dilihat pada sistem kejar tayang yang masih ‘dianut’ beberapa produsen sinetron kita. Bagaimana demi memenuhi target tayang harian, 1 sinetron durasi 48 menit bisa dikerjakan dalam waktu hanya 3 hari kerja (!) dan naskah skenario bisa tiba-tiba berubah di lapangan karena berbagai alasan, sebagai konsekuensi dari sistem ‘kejar setoran itu’. Sangat mudah ditebak, pastilah sebuah karya seapik dan sebrilian ER dan The West Wing tidak mungkin dikerjakan dengan sistem seperti itu. Indikasi lain yang juga dapat dilihat antara lain adalah:
  • Lenyapnya ajang penghargaan Festival Sinetron Indonesia sejak lama.
  • Nyaris tak adanya tema yang cukup ‘dalam’, kebanyakan hanya berkisar pada konflik keluarga yang tak jauh dari perebutan harta warisan, persaingan cinta dengan saling menyakiti secara fisik, amnesia, dll. Nyaris tak ada tema yang menuntut riset mendalam, yang pada akhirnya bisa memberikan pendidikan/pengetahuan kepada masyarakat. Para produser cenderung bermain aman dengan mengikuti arus pasar, dan malas atau takut dalam membuat terobosan kreatif. Sekedar wawasan, sinema Korea Hotelier adalah contoh yang cukup baik bagaimana memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang sebuah bidang industri (perhotelan), yang bersinergi dengan manis dengan jalan cerita.
  • Jarang sekali serial sinetron yang bertahan lebih dari 3 tahun.
  • Hampir tidak ada kompleks studio yang dirancang dengan baik dengan fasilitas lengkap untuk mengakomodasi keperluan syuting.
  • Kurang optimalnya peran persatuan karyawan televisi dan film. Kiprahnya nyaris tak terdengar dalam memperjuangkan hak para anggotanya. Rata-rata karyawan rumah produksi bekerja dengan sistem kontrak per project, yang tentu tak menjamin penuh hak-hak mereka sebagai pekerja.
        Itulah sekelumit gambaran tentang profesionalisme kerja ala industri film serial televisi Amerika, dengan sedikit perbandingan dengan kondisi serupa di Indonesia. Sebuah gambaran mekanisme kerja yang amat rapi, perwujudan dari dedikasi penuh para manusia yang terlibat didalamnya pada tugas dan tanggung jawabnya, yang berujung pada tingginya kualitas dan penghargaan dunia akan hasil karya mereka. Dan pada akhirnya, uang. Kemakmuran yang didapat.
Sebuah introspeksi seharusnya kita lakukan, meniru bahkan melebihi yang para sineas Hollywood itu lakukan, agar kualitas karya dan kemakmuran yang bisa mereka capai, bisa juga kita rasakan.

* Laporan tentang studio Warner Bros diatas mengutip reportase dari Bre Redana, wartawan Kompas.