Rabu, 20 Oktober 2010

BOLLYWOOD

Potret Kemapanan Industri Hiburan


Hollywood Reporter

Bagi anda penggemar drama televisi atau film, pasti tak asing lagi dengan sinema yang berasal dari negara produsen film terbesar di dunia ini: film India. Beberapa tahun yang lalu malah semua saluran televisi negeri kita ini seolah berebut menayangkan film-film dari “bangsa penari” tersebut. Setiap pagi kita disuguhi kisah-kisah cinta romantis diselingi aksi-aksi laga, berbalut nyanyian-nyanyian merdu mengharu biru dan tarian “rampak” puluhan penari, nonstop selama 3 jam-an. Saat Shahrukh Khan, seorang bintang besar India datang ke Jakarta, luar biasa kehebohan yang dibuat oleh para fansnya. Ya, di samping si raksasa Hollywood yang menguasai dunia hiburan dengan film-film berbujet ekstra besarnya, “pabrik-pabrik” film di India—lazim disebut Bollywod—juga terus tumbuh menghasilkan seribuan judul film per tahun, memikat jutaan penggemarnya di seluruh duinia. Tulisan berikut bermaksud sedikit mengulas kebesaran industri film negeri asal Mahatma Gandhi itu.

Mungkin belum banyak yang tahu, India menghasilkan film dalam jumlah yang fantastis setiap tahunnya. Tak kurang dari seribuan judul (!) film berbagai genre diproduksi negara yang berpenduduk lebih dari 1 miliar jiwa itu. Sebagian besar di produksi di sekitar Mumbai, yang adalah basis industri film Bollywood. Namun diluar Mumbai, ternyata terdapat juga basis-basis produksi film lain yang juga menghasilkan film dalam jumlah yang tidak sedikit. Mereka terkonsentrasi di beberapa negara bagian, dan memproduksi film dengan bahasa dan karakteristik lokal daerah setempat. Antara lain pusat-pusat industri film itu adalah:

• Kollywood: pusat industri film Tamil, berbasis di Tamil
• Tollygunge: pusat industri film berbahasa Bengal, berbasis di Kolkata
• Tollywood: pusat industri film Telugu, berbasis di Hyderabad
• Sandalwood: pusat industri film Kannada, berbasis di negara bagian Karnataka
• Pusat industri film berbahasa Malayalam di negara bagian Kerala.

Didalam dokumentasi Central Board of Film Certification of India, tercantum 23 bahasa (!) yang menjadi bahasa pengantar film-film di India.

Dengan jumlah film yang fantastis dan basis produksi yang tersebar di beberapa daerah itu, dapat diduga besarnya jumlah angkatan kerja yang terserap. Sampai tahun 2006 saja, tak kurang dari 2,3 juta orang bekerja di industri ini, dari artis dan kru produksi sampai pendukung produksi seperti penyedia makanan dan transportasi. Sampai akhir 2010 jumlah tersebut diprediksikan akan naik hingga 70% dengan meningkatnya perbaikan dalam distribusi, infrastruktur, serta kemajuan teknologi.
Zee News

Film India tidak hanya berjaya didalam negeri maupun lokal Asia, namun sampai juga ke negara-negara barat. Jumlah pendapatan, baik dari penjualan tiket maupun berbagai macam royalti, mencapai total 1 milyar-an dollar AS; dengan 80-an persen dari dalam negeri dan 20-an persen dari pasar luar negeri. Film-film seperti Kuch-Kuch Hota Hai, Kabhi Khushi Kabhi Gham, dan yang masih hangat di ingatan kita tentunya My Name is Khan, adalah contoh-contoh film yang menghasilkan keuntungan yang fenomenal. My Name is Khan, bahkan

Industri film India menghasilkan keuntungan luar biasa setiap tahunnya. Namun, hal itu rupanya belum cukup untuk mensejahterakan warga India yang sekitar 20%nya atau 430-an juta orang, masih hidup dalam belenggu kemiskinan. Film-film yang sarat dengan tarian dan nyanyian bagai dunia mimpi itu, seringkali kontras dengan banyaknya kaum miskin yang mudah ditemui di sudut-sudut kota besar India. Barangkali, kesuksesan film-film India, yang memang dijual dengan harga tiket yang cukup murah itu, salah satunya disebabkan keinginan warganya untuk melarikan diri sesaat dari himpitan kehidupan sehari-hari. Patut anda pembaca ketahui, tiket bioskop di India dijual dengan harga hanya 0,20 US Dollar atau Rp 2000an, di 13.000 bioskop (!!!).

Itulah sekelumit gambaran majunya dunia perfilman India. Walau tak sempurna, namun tetaplah menjadi contoh yang baik bagaimana sebuah industri itu seharusnya dimanajemeni secara profesional. Sebuah kenyataan yang mau tak mau mengusik pikiran kita: kenapa Indonesia tak bisa seperti itu?

PR besar buat para produsen film kita (yang sebagian pemain utamanya adalah etnis India), pemerintah, dan tak ketinggalan kita sebagai para calon filmmaker.



Jakarta, 21 Oktober 2010

1 komentar: