Selasa, 21 Agustus 2018

MILE 22.. Brutal!




Sejak kesuksesan dahsyat film The Raid (2011) dan sekuelnya The Raid 2: Berandal (2014), saya menjadi antusias menyaksikan perkembangan film-film nasional. Khususnya, film-film bergenre action dan horror, serta disutradarai bakat-bakat besar seperti Gareth Evans dan Mo Brothers. (tentu tak bermaksud mengecilkan sutradara-sutradara besar Indonesia yang lain ya..)
Antusiasme saya tak ketinggalan juga pada perkembangan karir 3 bintang utama The Raid yaitu Iko Uwais, Joe Taslim dan Yayan Ruhian. Antusiasme yang cukup terpuaskan syukurlah, bahwa ternyata 3 aktor ini tak cuma berjaya seiring meledaknya pamor The Raid, tapi kemudian sukses menembus pangsa pasar Hollywood!
Sungguh, this is too good to be true.. :)

Maaf kalau terdengar lebay ya, tapi memang itu yang saya rasakan.

Setelah Joe Taslim mendapat peran cukup signifikan di Fast Furious 6, kini giliran Iko Uwais yang menjadi bintang sebuah film major (film utama atau film kelas A) Hollywood. Mile 22.
Ya, Iko kini mendapatkan porsi peran yang seharusnya ia dapatkan sejak dulu. Bukan sekedar cameo seperti dalam Man of Taichi atau dalam Star Wars: The Force Awakens. 

Lawan main Iko disini juga tak main-main: Mark Wahlberg (!).
Aktor laris papan atas Hollywood yang pernah berperan dalam 2 film Transformers. Ada juga aktor veteran pemenang banyak penghargaan John Malkovich. Lauren Cohan bintang serial populer Walking Dead, serta Ronda Rousey pemeran Furious 7 dan The Expendables 3 yang juga pegulat juara dunia. Sutradaranya pun tak kalah dahsyat: Peter Berg.
Sineas yang pernah sukses antara lain dalam The Kingdom, Hancock, Lone Survivor & Deepwater Horizon.
Rasanya Iko sendiripun mungkin tak pernah membayangkan berada satu tim bersama para film person dunia itu :)

Atas dasar antusiasme inilah, saya tak sabar menantikan Mile 22 ini sejak saya tahu bahwa Iko terlibat didalamnya. Dan.. inilah kesan dan catatan saya setelah menonton film berdurasi 94 menit tersebut:


JALAN CERITA
Mile 22 mengisahkan perjuangan sekelompok tim serbu bernama kode Overwatch dengan komandan James Silva (Mark Wahlberg) dalam menjaga & mengirimkan seorang aparati Indocarr City bernama Li Noor (Iko Uwais) ke bandara untuk nantinya diterbangkan ke Amerika. Sosok Li Noor ini mengaku memiliki informasi rahasia tentang lokasi penyimpanan bubuk berbahaya Cesium yang sangat berbahaya, tak hanya bagi Amerika tetapi juga bagi dunia. Namun sebagai imbalan informasi tersebut, Li meminta suaka. Dipandu oleh pimpinan tim James Bishop (John Malkovich) dari ruang kontrol, Silva & tim pontang panting berbaku tembak melindungi Li dari serangan pasukan Indocarr City, dari kedutaan Amerika menuju bandara sejauh 22 mil. Termasuk diantara tim Silva adalah Alice Kerr (Lauren Cohan) & Sam (Ronda Rousey).
Ada twist di akhir cerita. Sesuatu yang membuyarkan pemahaman kita akan keseluruhan cerita, yang samasekali tak terduga.

PENOKOHAN
Penokohan dalam film Mile 22 ini tak terlalu dalam digarap penulis & sutradaranya. Mungkin karena film ini memang dimaksudkan sebagai film action berpace cepat, yang berfokus/mengedepankan adegan aksi laga dan baku tembak. Atau memang disengaja, sebagai bagian dari strategi memancing keingintahuan pemirsa pada sekuel selanjutnya (ya, ending film ini yang menggantung mengisyaratkan akan adanya sekuel). Namun begitu film ini masih jauh dari kesan film kelas B yang biasanya memang dangkal dalam penokohan dan cerita. Unsur drama dalam film ini tetap tergarap dengan baik.
Nampak masih ada sedikit upaya untuk memperkenalkan karakter kunci James Silva & Alice Kerr. Bahwa Silva adalah seseorang yang memiliki ‘kecepatan berpikir melebihi orang lain’ dan masalah psikologis yang membuat temperamennya nampak selalu meledak-ledak, sementara Alice adalah seorang ibu tunggal yang sangat merindukan anak yang diasuh oleh mantan suaminya. 

AKTING PARA PEMERAN
Sebagai film major Hollywood, masalah akting tentu tak diragukan lagi. Fokus saya terutama pada 2 tokoh utama yaitu Silva & Alice. Karakter Silva yang memiliki masalah psikologis dengan temperamen yang selalu resah dan meledak-ledak, diperankan dengan sangat baik oleh Wahlberg. Saya sampai membayangkan, bagaimana kalau saya mempunyai bos seperti itu.:) Betapa tidak nyamannya. Kendati seluruh tim Silva digambarkan sudah menerima & memaklumi kondisi mental sang komandan itu, tetap saja ada rasa tidak nyaman bagi siapapun yang berhadapan dengan Silva. Bicara apapun salah. Alasan apapun tak diterima olehnya. Berbicara selalu dalam intonasi tinggi, dalam kalimat-kalimat yang panjang nyaris tanpa jeda. Wahlberg benar-benar menunjukkan kelasnya sebagai aktor top disini.. Cohan juga menunjukkan akting yang bagus sebagai seorang ibu yang depresi karena kerinduan yang dalam terhadap putrinya. Ekspresi dan tatapan matanya menunjukkan dengan sempurna perasaan yang sedang dihadapinya dalam setiap situasi. Khususnya saat ia nampak kesulitan harus membagi konsentrasi dan mengendalikan suasana hati saat ditelepon oleh putrinya, yang ingin agar ia hadir di sebuah acara sekolah. Mengagumkan, sekaligus mengundang simpati.. :(
Untuk Iko sendiri, bermain cukup bagus. Namun cukup disayangkan, karena ia hanya kebagian sedikit dialog sehingga ia nampak kurang kesempatan untuk mengeksplor kemampuan aktingnya. Sisi positifnya, semoga bagi Iko hal ini bisa dijadikan kesempatan untuk memperbaiki bahasa Inggrisnya lebih baik lagi, agar kesempatan lebih besar bisa mendatanginya lagi di masa depan.

ACTION SCENES
Keras, kejam bahkan brutal! Ada kemiripan dengan The Raid. Sebagian para pecinta The Raid rasanya akan cukup terpuaskan dalam hal visualisasi kesadisan seperti pematahan tangan dalam perkelahian, penancapan benda tajam ke leher(!), atau penembakan langsung di kepala hingga bolong. Namun sayangnya, adegan panjang perkelahian tak akan kalian temukan di film ini. Padahal, justru adegan seperti itulah yang menjadikan The Raid & sekuelnya menjadi begitu menggebrak Hollywood dan dunia. Adegan baku hantam di Mile 22 ini, kendati tetap keras dan terkoreografi dengan baik, akhirnya menjadi tipikal baku hantam khas Hollywood. Banyak cut, yang terkadang bisa dipakai untuk menutupi kurangnya keahlian si pemeran dalam ilmu bela diri.
Baku tembak pun seru, tak kalah dengan misalnya Den of Thieves-nya Russel Crowe baru-baru ini.

SPECIAL EFFECT
Cukup bagus.. seperti layaknya film-film berbujet tinggi Hollywood. Visualisasi tembakan, ledakan, sampai mobil yang terpental hancur dihajar missil pesawat drone betul-betul tampil dengan meyakinkan. Ditambah sound effect yang menggelegar, adegan baku tembak menjadi memuaskan untuk dilihat.

UNIK & MENARIK
Menggunakan bahasa Indonesia.
Indocarr adalah kota tempat Li Noor bekerja. Kendati syuting di Bogota, Colombia sehingga banyak orang berwajah latin disana, digambarkan bahasa Indonesia adalah bahasa ‘resmi’ Indocarr. Untuk itu beberapa kali terdengar Li Noor dan Cohan berbahasa Indonesia. Membanggakan? Tentu..
Sepanjang adegan kejar-kejaran diselingi baku tembak, sesekali terdengar teriakan-teriakan dalam bahasa indonesia. Seperti misalnya, “serahkan polisinya!” :)

KEKECEWAAN
Salah satu poin plus film ini adalah kehadiran bintang-bintang kelas 1 atau idola banyak orang. Salah satunya juara perkelahian bebas Ronda Rousey. Saya sampai membayangkan, minimal porsi Ronda sama seperti di Furious 7 dimana ia menunjukkan kelasnya sebagai fighter jagoan. Ternyata.. kehadirannya hampir sebagai cameo belaka. Adegan actionnya hanya adegan baku tembak berdurasi pendek. Sayang sekali, mengingat bahkan dibandingkan Iko sekalipun, nama Ronda dalam olahraga beladiri jauh lebih besar.

NILAI
Film ini cukup bagus. Namun, rasanya memang secara keseluruhan masih belum bisa dibilang bagus banget. Saya baru bisa kasih nilai 7 dari 10. Masih dibawah kelasnya film-film seperti Sicario, Mission Impossible atau James Bond. Entahlah karena apa. Mungkin juga karena faktor-faktor yang tidak krusial. Seperti misalnya, subyektifitas saya yang rasanya kurang sreg melihat wajah Indonesia Iko yang ‘satu bangsa’ dengan orang-orang berwajah Latin. Ditambah pemilihan namanya yang bagi saya pribadi semakin menunjukkan keberantakannya identitas karakter yang diperankan Iko. ‘Li Noor’. Bukankah Li adalah nama umum orang-orang Cina atau Korea? Sedangkan Noor adalah nama orang Timur Tengah? Kenapa nama-nama itu digabungkan, dan disematkan ke aktor berwajah Asia Tenggara?
Belum lagi nama kota latar kisah film ini terjadi: Indocarr. Kurang menarik menurut saya.
Mungkin bagi kamu hal-hal seperti ini sepele ya. Tapi bagi saya, cukup mengganggu.
Namun intinya sekali lagi, film ini masih bisa dibilang bagus dan menghibur. Cukup layak untuk kamu tonton di bioskop.

Demikian filmmania, pembahasan singkat saya seputar film Mile 22.
Mungkin kamu nggak setuju dengan sudut pandang saya. It’s OK, tentu saja. Namanya juga review. Beda kepala bisa beda sudut pandang :)
Tulisan & blog ini memang bukan bertujuan untuk sok tahu, apalagi menghakimi. Melainkan sekedar berbagi wawasan seputar dunia film yang kita cintai bersama.

Akhirnya, semoga bermanfaat dan.. selamat menonton!




0 komentar:

Posting Komentar